6.05.2010

Maksim Kesopanan

Prinsip Kesopanan Lecch

A. Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang tindak tutur yang juga mengkaji tentang cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga pesan atau maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau bisa ditangkap oleh lawan bicara.

B. Kesantunan
Kesopansantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Dalam percakapan, ‘diri sendiri’ biasanya dikenal sebagai ‘pembicara’, dan orang lain sebagai penyimak. Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik, diturakan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Fraser, Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Namur, dalam makalah ini hanya akan dipaparkan pandangan kesantunan menurut Leech. Karena rumusan Leech dianggap paling lengkap dan paling komprahensif.

C. Maksim Kesantunan Menurut Leech
Rumusan prinsip kesantunan yang sampai dengan saat ini dianggap paling lengkap dan paling komprahensif adalah rumusan Leech (1983). Prinsip kesantunan ini dituangkan dalam enam maksim.
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan. Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam kategori prinsip kesopanan. Dari prinsip-pinsip tersebut, terdapat empat maksim yang melibatkan skala-skala berkutub dua, yakni skala untung-rugi dan skala puji-kecaman. Keempat maksim tersebut adalah maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, dan maksim kesederhanaan. Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan maksim simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu skala kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala penilaian yang berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya.
1. Maksim Kebijaksanaan
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengaki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Rasa sakit hati dalam sebuah pertuturan juga dapat diminimalisir dengan maksim ini.
2. Maksim Kedermawanan atau Kemurahan atau Penerimaan
Kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Jika setiap orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari, maka kedengakian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.
3. Maksim Penghargaan
Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang lain. (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para perserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Perserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian karena tindakan mengejek merupakan tidakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.
4. Maksim Kesederhanaan atau Kerendahan Hati
Kurangi pujian pada diri sendiri, tambahi cacian pada diri sendiri (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, keserderhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai paremeter penilaian kesantunan seseorang.
5. Maksim Mufakat
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27)..
Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana, 1996: 59). Di dalam maksim ini, ditekankan agar para pererta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.
6. Maksim Simpatisan
Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain.
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).
Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi kesehariaanya. Orang yang bersikap antipasi terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.
D. Skala kesantunan Leech
Setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala kesantunannya adalah sebagai berikut:
1) Skala kerugian atau keuntungan (Cost-benefit scale), menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan itu merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santun lah tuturan itu. Demikian sebaliknya.
2) Skala pilihan (optionally scale), menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu, dan begitu pula sebaliknya.
3) Skala ketidaklangsungan (indirectness scale), menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian pula sebaliknya.
4) Skala keotoritasan (authority scale), menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, tuturan itu akan cenderung menjadi semakin santun. Dan begitu pula sebaliknya.
5) Skala jarak sosial (social distance scale), menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderuangna bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya. Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur degnan mitra tutu sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.

Sumber:
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.